Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia membagi persitiwa-peristiwa yang terjadi dalam hubungan antara konsumen dan pelaku usaha ke dalam 3 tahapan, yakni tahap pratransaksi, tahap transaksi yang sesungguhnya dan tahap purnatransaksi.
Tahap Pratransaksi
Adalah tahapan yang terjadi sebelum konsumen memutuskan untuk membeli dan memakai produk yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Pada tahap ini, pelaku usaha melakukan penawaran (offer) kepada konsumen. Penawaran ini dapat dilakukan secara langsung kepada konsumen (misalnya sales door to door), maupun dengan memanfaatkan berbagai sarana, seperti brosur, spanduk, maupun iklan di media cetak dan elektronik. Dalam proses penawaran ini, pelaku usaha menyediakan informasi agar konsumen tertarik untuk menggunakan barang dan/atau jasa. Informasi yang diberikan tersebut harus dilandasi itikad baik dan tidak disertai dengan kebohongan, sehingga konsumen tidak merasa diperdaya atau ditipu oleh pelaku usaha. Bila dikemudian hari terbukti bahwa konsumen membeli karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan, konsumen memiliki hak untuk membatalkan transaksi (Pasal 1321 KUH Perdata).
Tahap Transaksi yang Sesungguhnya
Bila calon konsumen menerima penawaran, maka terjadilah transaksi, atau menurut bahasa hukum terjadi perjanjian. Syarat terjadinya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
- Kecakapan untuk membuat perikatan
- Ada suatu hal tertentu
- Kausa yang halal
Pada tahap ini para pihak menyepakati apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Kesepakatan ini kemudian dapat dituangkan ke dalam suatu perjanjian tertulis. Kata “dapat” berarti kesepakatan tidak harus dituangkan ke dalam bentuk tertulis, kecuali dikehendaki oleh para pihak atau diwajibkan oleh peraturan yang berlaku (Misalnya jual beli tanah harus dibuat secara tertulis oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah). Keunggulan dari kesepakatan yang dibuat tertulis terletak pada pembuktiannya. Bila nantinya terjadi sengketa, maka kesepakatan yang dibuat secara tertulis lebih mudah dibuktikan dibanding kesepakatan yang tidak dibuat secara tidak tertulis.
Tahap Purnatransaksi
Tahap ini merupakan realisasi dari tahap transaksi. Pada tahap ini para pihak harus melaksanakan semua kewajiban yang telah disepakati sebelumnya. Menurut bahasa hukum, kewajiban yang harus dipenuhi adalah prestasi, dan pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dianggap melakukan wanprestasi. Dengan adanya wanprestasi, pihak yang telah memenuhi kewajibannya memiliki hak untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi agar melakukan prestasinya.
Seringkali para pihak memiliki pemahaman yang berbeda mengenai isi perjanjian. Adanya perbedaan pemahaman akan menimbulkan perbedaan penafsiran, yang pada akhirnya akan menimbulkan konflik. Penyebab konflik biasanya menyangkut tiga hal, yakni harga, kualitas dan kegunaan produk, serta layanan purna jual.
Konflik yang terjadi karena harga seringkali terjadi di restoran. Misalnya Anda masuk ke sebuah restoran, lalu Anda diberikan menu. Dari menu ini Anda memilih beberapa makanan yang Anda inginkan. Karena Anda orangnya teliti dan sangat pandai dalam manajeman uang, kemudian Anda menghitung semua harga makanan yang Anda pesan. Jumlahnya Rp. 250.000,-. Setelah selesai menyantap hidangan yang disajikan, Anda meminta bill. Ternyata di bill, harga yang harus Anda bayar Rp. 275.000,-, lebih banyak Rp. 25.000,-. Setelah diselidiki, ternyata terdapat perbedaan pemahaman antara Anda dan pihak restoran. Bagi Anda harga yang tertera di menu sudah termasuk PPN. Sedangkan bagi pihak restoran, harga tersebut belum termasuk PPN.
Selain harga, kualitas dan kegunaan barang juga dapat memicu konflik. Pemicu konflik ini terbagi menjadi tiga kategori, yakni:
- Produk tidak cocok dengan kegunaan dan manfaat yang diharapkan konsumen. Hal ini seringkali disebabkan karena pelaku usaha melakukan tipu daya kepada konsumen. Misalnya, Anda ingin membeli sebuah HP 3G. Karena stok HP 3Gnya habis, si penjual menawarkan sebuah HP non 3G kepada Anda. Namun si penjual mengatakan bahwa HP tersebut bisa 3G.
- Produk menimbulkan ganguan kesehatan, keamanan dan keselamatan pada konsumen. Penyebabnya adalah adanya cacat tersembunyi pada produk atau tubuh konsumen tidak cocok dengan bahan yang terkandung di dalam produk (Sering terdapat pada produk obat-obatan atau makanan yang mengandung seafood).
- Kualitas produk tidak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Konflik ini kerap dikaitkan dengan monopoli atau pemalsuan barang. Sehingga barang yang dibeli nilainya sangat mahal dibanding nilai sebenarnya.
Pemicu konflik yang terakhir adalah layanan purna jual, yang sering dikaitkan dengan hadiah dan garansi. Pemicu konflik ini pun dapat dibedakan menjadi:
- Apa yang dijanjikan tidak ada, karena melaku usaha tidak jujur.
- Apa yang dijanjikan ada, tetapi tidak sesuai dengan harapan konsumen. Hal ini disebabkan karena janji pelaku usaha yang terlalu berlebihan.
- Apa yang dijanjikan ada dan pelaku usaha telah berusaha memenuhinya. Namun karena ada halangan diluar kekuasaan pelaku usaha, janji tersebut tidak dapat terpenuhi. Peristiwa ini sering disebut force majeur. Contohnya huru hara dan bencana alam.